Nama saya Agathra Ruruh Listiarini. Saya berasal dari sebuah daerah yaitu kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan. Ketika SMA saya bersekolah di sekolah khusus bagi yang beragama katolik (seperti pesantren) di Muntilan. Saat ini saya berdomisili di Semarang, Jawa Tengah untuk melanjutkan pendidikan. Saya berkuliah di Universitas Katolik Soegijapranata dan saat ini tengah menjalani semester 6. Dalam diri saya bercampur dua etnis yang berbeda, Jawa dari bapak saya dan Palembang dari ibu saya. Di keluarga ibu saya juga memiliki keluarga dengan latar belakang agama yang berbeda, ada Katolik, Kristen, dan Muslim. Bahkan saat ini saya memiliki adik angkat yang beragama Hindu. Saya selama ini hidup ditengah keberagaman.
Saya pertama kali mengikuti PeaceGen pada tahun 2018. Saat itu saya mengikuti acara Board Game For Peace di Solo. Saat saya datang ke sana saya tidak membawa bekal ilmu apa pun. Pengalaman pun saya tidak punya. Sehingga saya sepeti gelas kosong yang kemudian di isi air. Hal yang paling menarik bagi saya adalah ketika saya mendapatkan perspektif lain tentang keadaan di Jawa (karena selama ini saya hidup di dalam asrama). Ketika saya di asrama kami selalu di minta untuk tidak keluar ketika ada acara yang berbau keagamaan dan dianggap tidak baik, seperti konvoi agama. Saat konvoi terjadi, kami selalu di kawal sehingga tidak pernah mengalami atau pun mengetahui tentang keadaan di luar. Hingga akhirnya di BGFP saya mengetahui banyaknya permasalahan yang terjadi di Jawa khususnya yang disebabkan oleh perbedaan.
Ketika saya belajar 12NDP saat BGFP jujur saya belum begitu paham tentang maknanya. Namu ketika saya mengikuti training for facilitator untuk BDW saya semakin paham tentang 12NDP. Sebagai mahasiswa psikologi, saya merasa nilai pertama mengenai pengenalan diri adalah hal yang paling cocok untuk diri saya. Mengapa cocok? Karena saya merasa bahwa dengan mengenal diri kita dapat mengenal orang lain dengan lebih mudah dan tanpa adanya bias. Karena biasanya teman-teman yang juga belajar psikologi pun tidak memahami hal ini. Sehingga penilaian orang lain berdasarkan sudut pandang pribadi dan parahnya terkadang malah acuh terhadap orang lain.
Saya ingin menjadi fasilitator BDW karena saya melihat bahwa perbedaan yang selama ini saya miliki adalah hal yang indah. Misalnya ketika hari raya saya juga dapat merasakan suka cita bersama agama lain, dapat saling berkunjung dan saling mengucapkan satu sama lain. Sedangkan di Jawa sendiri beberapa hal tersebut dianggap tabu bagi beberapa orang.
Saat ini yang saya lakukan bersama tim BDW adalah ikut serta dalam menyebarkan 12NDP kepada sekolah-sekolah, tidak hanya sekolah yang di pilih untuk melaksanakan BDW, tetapi pada sekolah-sekolah yang tidak melakukan BDW. 12 NDP bagi saya sangat kontekstual sekali denganĀ diri saya dan saya terus mempelajari nilai-nilai toleransi di konteks kota yang saya tinggali sekarang, Semarang.