AoP Makassar: Berteman dengan yang Berbeda, Siapa Takut?

pluralisme agama
Ilustrasi by: cupoftiw_
Belajar pluralisme sejak dini menjadi jalan mudah berteman dengan yang berbeda keyakinan.

Aku Fajar Ariyanti yang senang memperkenalkan diri, karena kebanyakan orang mengira namaku diperuntukkan untuk laki-laki, padahal aku perempuan.

Berasal dari Kebumen Jawa Tengah yang sekarang menjadi mahasiswa aktif di Departemen Biologi, Universitas Hasanuddin Makassar.

Aku berasal dari rahim kemajemukan. Sejak kecil, aku telah lama berkenalan dengan kepluralitasan.

Aku suka berkenalan dengan orang baru, menelisik pikiran-pikiran riuh yang ada di kepalaku.

Terutama, jika bertemu dengan orang yang berbeda dariku, mulai dari segi fisik, agama, ras, suku, maupun lainnya. 

Sejak berada di Kota Makassar, ketertarikan tentang kemajemukan semakin menggebu, mungkin inilah cara Tuhan menyajikan hidangan terindah-Nya. Di kota ini, aku dapat mengenal berbagai jenis pluralisme, salah satunya pluralisme agama.

Pada saat menjadi mahasiswa baru, tepatnya ketika satu setengah tahun silam, aku agak sulit berbaur di lingkungan yang baru.

Namun, tak bisa dipungkiri, ternyata kemajemukan itulah yang pada akhirnya mempersatukan impian dan anganku. 

Aku sangat dekat dengan kawan Nasrani-ku. Kami juga saling bertukar informasi mengenai  lintas iman.  

Menanyakan kabar yang aku baca tentang pengeboman gereja kepadanya, dan dia juga menanyakan bagaimana tanggapan aku tentang itu. 

Kami bersimpati dan mencoba menerangkan hal-hal keliru di luar sana, bahkan yang di dalam pikiran kami.

Walaupun demikian, aku sadar bahwa menjadi minoritas tidaklah mudah, begitu pula menjadi mayoritas. Dari hal inilah, aku bisa mengenal lebih jauh mengenai pluralisme agama.

Secercah Impian untuk Mewujudkan Cinta Damai dan Kesetaraan Tanpa Perselisihan antara Kaum Minoritas dan Mayoritas

Aku ingin mahluk bumi bukan lagi menjadi makhluk pendendam, penuh emosi dan sergapan. Aku ingin mahluk bumi memuja kedamaian, bukan peperangan. 

Dari keinginan itulah, kemudian aku mencoba melakoni peran untuk menjadi agen perubahan dan menyelinap dalam rahim Peace Generation Makassar yang diharapkan mampu membawa secercah harapan. 

Keinginan manusia beragam, bila diringkas bisa menjadi empat, pertama ingin untuk ingin, kedua ingin untuk tidak ingin, ketiga tidak ingin untuk ingin, dan keempat tidak ingin untuk tidak ingin.

Dari empat pilihan keinginan, aku punya satu yang jadi pegangan, ingin untuk ingin mencapai apa yang aku inginkan, menjadikan makhluk bumi pemuja kedamaian.

Keinginan tanpa adanya gebrakan adalah kemustahilan meskipun belum sepenuhnya tercapai.

Mimpiku Mulai Terwujud setelah Bergabung Peace Generation Makassar

Bagiku, berkenalan dengan orang baru, yang sama-sama mencintai perdamaian adalah anugerah luar biasa yang Tuhan berikan. Di Peace Generation Makassar, walaupun masih sebentar, tetapi manfaatnya terasa besar. 

Seperti saat mengikuti Training 12 Nilai Dasar Perdamaian, aku benar-benar salut dengan materi dan cakupan yang diberikan. Daring pun bukan sebuah penghalang untuk menyampaikan pesan perdamaian kepada makhluk bumi.

Sejak masuk Peace Generation Makassar, sepenuh hati aku menjadi tertantang. Apakah aku yang mencita-citakan keinginan yang aku sebut di atas, juga bisa mengabulkannya? 

Peace Generation Makassar tak tanggung-tanggung menjawab, bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk bersatu dan setara. 

Bahkan, Tuhan berkata melalui Al-Quran, “Bahwa yang membedakan tiap-tiap insan bukanlah fisik, ras, suku, warna kulit, dan lainnya, melainkan ketakwaannya.”

Untuk bisa mengubah orang lain, khususnya lapisan masyarakat yang dapat kita jangkau, bukanlah hal yang mudah. 

Melalui Training 12 Nilai Dasar Perdamaian, aku mendapati bahwa perlu untuk menemukan jati diri kita sebelum pada akhirnya bisa mengubah pola pikir orang lain.

Sebagai seorang perempuan, kerap kali aku juga mendapatkan perlakuan yang kurang mengenakan, baik dari laki-laki maupun dari perempuan sendiri. 

Aku terkekang bagai karang, sementara laki-laki bebas berkeliaran. Perempuan acap kali dinomor-duakan. 

Di Peace Generation aku mendapati hal yang berbeda. Keduanya, tidak lagi dikekang atau dibiarkan lepas berkeliaran, tetapi keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menghormati perbedaan dan kesetaraan. 

Melalui  Peace Generation pula, aku dapati kedisiplinan. Tak bisa dipungkiri, pada saat training, saat itu aku sedang hectic-nya melaksanakan kegiatan kampus. 

Bagiku, mempelajari perdamaian bukanlah sebuah penghalang bagi pengalaman akademisku, dan sebaliknya. Karena pada nantinya, aku akan terjun bersama masyarakat menyemai benih perdamaian bersama.  

Peace Generation membuatku menyatu dengan kedamaian dan pluralisme, terutama pluralisme agama dan budaya.

Sebagai penutup, aku ingin banyak mengucapkan terima kasih untuk kekasihku, Peace Generation Makassar, yang rela meluangkan banyak waktu untuk hamba amatiran sepertiku, menyempatkan banyak kesempatan agar orang lain dapat lebih serius belajar.

Sekali lagi, harmonisasi tidak akan tercipta bila nadanya sama. Harmoni akan tercipta apabila nada-nadanya berbeda dan menyatu dalam satu kesatuan. 

Sekian, salam hangat dan salam perdamaian.

Penulis : Fajar Ariyanti (AoP Makassar)

Editor:
Mela Rusnika (Media Officer PeaceGen)

Siti Maratun Nuraeni (AoP Chapter Purwokerto)

Hidayah Tria Ananda (AoP Chapter Makassar)

Daftar untuk mendapatkan info & promosi menarik!