Banyak remaja yang terjebak dalam lingkungan tidak baik alias salah gaul di masa kini. Indikatornya, segala cara mereka halalkan untuk dapat tetap diakui dalam lingkaran pertemanan yang tidak membantunya berkembang dengan baik. Salah satu contoh sederhananya ialah dengan merokok, tak jarang banyak remaja yang diminta bahkan untuk merokok oleh teman sebayanya agar bisa tetap bergaul dengan mereka dan yang lebih utamanya lagi, agar disebut “keren”.
Fakta dari penelitian Riskedas pada tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi perokok dengan usia 10-18 tahun mencapai 9,1%. Ini meningkat dari tahun 2013 yang mencapai 7,2%, mungkin dapat meningkat lagi pada tahun 2020 ini. Dari beberapa remaja yang telah diwawancarai, banyak dari mereka yang mengaku bahwa mereka melakukannya karena banyak teman-temannya yang sudah merokok juga agar terlihat keren dan agar diakui oleh teman sebayanya.
Hal ini tentu tidak dibenarkan, melakukan sesuatu yang dianggap benar karena banyak yang melakukan dan diyakini oleh banyak orang itu benar itu merupakan suau kesalahan berpikir. Hal ini biasa disebut dengan appeal to popularity.
Ada kisah lain yang serupa dengan kesalahan berpikir appeal to popularity. Adha, seorang mahasiswa yang sulit mencari teman sebaya, Adha kerap kali merasa tertinggal dengan orang lain yang sudah memiliki lingkaran pertemanannya masing-masing, sementara Adha tertinggal sendiri dan tidak memiliki teman dekat seorang pun.
Tak jarang Adha pernah kepergok seringkali mencoba untuk mengikuti tren teman-temannya dan bukan menjadi Adha yang biasanya. Pada akhirnya, muncul pada satu kondisi di mana Adha mendapat tawaran untuk ikut ke sebuah event dengan konsekuensi bolos kelas oleh beberapa teman kelasnya. Mereka mengatakan “ga apa-apa kali, bolos sekali juga, masih ada jatah bolos kok”. Akhirnya Adha tergoda dengan bujukan teman-teman kelasnya. Pekan depan kemudian, Adha menyesal, karena dia bolos kelas di saat kuis berlangsung, otomatis nilai berkurang drastis.
Namun, setelah Adha mengetahui dan mengikuti kegiatan-kegiatan dari Frosh, dia menemukan satu pelajaran yang berharga. Adha mempelajari tidak perlu mengikuti apa keinginan orang lain dan menghalalkan segala cara untuk dapat memiliki teman. Adha mempelajari bahwasanya tidak perlu menjadi orang lain untuk mendapat pengakuan dari orang lain, cukup menjadi diri sendiri, dengan berjalannya waktu, teman yang pas untuk karakter kita akan muncul dengan sendirinya.
Kini, Adha dapat menemukan teman sejatinya. Teman yang menemani apa adanya, tidak menuntut menjadi orang lain namun menjadi dirinya sendiri. Meski hanya memiliki teman yang terhitung jari, namun Adha terlihat lebih bahagia dari sebelumnya dan terlepas dari pemikiran appeal to popularity
Ayo, jadilah diri sendiri, berpikir dengan jernih. Jangan mau tertekan oleh orang lain, supaya tidak terjerat dalam pemikiran appeal to popularity dan mengindahkan apa yang orang lain mau.
Oleh: Muhammad Adha Imaduddin Aburrohim, MENTOR FROSH UPI
Editor: Faza
Kamu AoP punya cerita perubahan? Kirimkan ceritamu ke [email protected]