Untuk memulai cerita ini, setidaknya ada 3 premis utama yang jadi fokus saya.
- Kebanyakan orang memahami sesuatu dengan sudut pandang sempit
- Salah catu cara dapat berfikir kritis adalah keluar dari zona nyaman
- Bagaimana cara menjadikan keluar dari zona nyaman, jadi zona nyaman
Dalam perjalanan, saya adalah seseorang yang sangat tidak menyukai materi berfikir kristis, selain saya tidak suka berfikir diluar kelompok saya, berfikir kritis adalah sesuatu yang baru. Hal itu dikarenakan diri saya sendiri membatasi literasi dan pergaulan.
Tentu saja itu bukan hal yang baik, karena beberapa informasi yang tidak valid saya terima begitu saja. Streotyping juga saya yakini dengan mudahnya. Akibatnya cara berfikir saya terlalu mundur, dengan cara pandang yang terbatas yang hanya berarasal dari lingkungan yang membuat saya nyaman.
Kebanyakan orang memahami sesuatu dengan sudut pandang sempit. Penyebabnya adalah kurangnya informasi dan bacaan, juga pikiran judgemental yang melekat begitu kuat.
Berdasarkan data Most Littered Nation In the World, studi untuk mencari tahu seberapa tinggi minat baca negara-negara di dunia yang dilakukan oleh Central Connecticut State University (CCSU) pada Maret 2016 lalu, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca.
Sedangkan, mengapa stereotyping sangat menguat di Indonesia karena hal itu sudah membudaya secara turun temurun. Tentu susah sekali untuk menghilangkannya.
Perubahan terjadi ketika saya mengikuti beberapa organisasi di kampus, yang salah satunya adalah Frosh.. Bukan hal yang mudah bagi saya untuk menjadi mentor, tapi materi yang menarik menjadi penyemangat.
Adanya materi tentu membuat saya belajar dan mau mencari tahu, juga lebih banyak agar sesi mentoring tidak terpaut materi saja tetapi ada diskusi yang bisa dilakukan.
Dengan mentoring juga, membuat saya lebih mendengarkan, melihat sundut pandang orang lain terkait sesuatu, sehingga tidak mudah memberika label terhadap suatu keadaan ataupun orang lain.
Sebagai mentor juga tentunya saya harus menyampaikan nilai-nilai yang baik kepada mentee, agar nantinya setelah mentoring mereka melaksanakan apa yang mereka pelajari. Bersama memberantas streotipe, hoaks, dan stigma yang muncul di masyarakat.
Tak mudah memang, tapi kalau saya masih bertahan dengan zona nyaman saya, tentunya diri ini tidak akan berkembang juga. Keluar dari zona nyaman mungkin terdengar meyeramkan, ya memang menyeramkan pada awalnya. Bukankah semua hal baru itu selalu penuh dengan kejutan?
Semakin mau belajar dan berusaha, lama-lama zona tidak nyaman itu kelak akan menjadi zona nyaman bagi diri kita sendiri di kemudian hari.
Oleh: Elfreda Haura, MENTOR FROSH UPI
Editor: Faza
Kamu AoP punya cerita perubahan? Kirimkan ceritamu ke [email protected]