Eunico Victor Setyadi: Shalom!

September 2019 aku diperkenalkan ke dalam sebuah kegiatan mentoring dari Peace Generation. Frosh Project namanya.

Terkait mentoring atau sharing kepada adik-adik tingkat, aku sudah punya cukup pengalaman selama menjadi Tutor di Asrama ITB. Jadi, aktivitas ini masih relevan buatku.

Pada saat seleksi aku berusaha dengan baik tanpa menaruh harapan apapun. Semua ilmu organisasi yang pernah kudapatkan, aku terapkan di saat seleksi itu.

Aku sangat ingin diterima sebagai mentor karena ingin menambah sedikit pengalaman kerja di luar kampus. 

Hari itu, aku merasa aneh. Organisasi apa yang katanya besar dan seleksinya cuma gini-gini aja? Aku juga penasaran dengan logo dari Peace Generation yang kubaca “pillow”.

Ternyata itu adalah tulisan “salam” dalam aksara Arab. Awalnya aku sedikit tidak terima, katanya perdamaian di Indonesia, kenapa hanya merepresentasikan salah satu agama saja?

Singkat cerita aku diterima menjadi mentor di Frosh Project ID. Pertemuan awal masih sering diadakan di restoran. Sering terlintas dalam benakku, emang apa sih pentingnya kegiatan ini?

Perkara menanamkan nilai perdamaian, aku sering kok menerapkannya dalam keseharian. Bahkan dalam Alkitab pun aku sering membaca itu. 

Ternyata aku sadar bahwa aku salah, organisasi ini keren. Frosh Project ID memberikan hal yang terbaik kepada mentor-mentornya karena pada akhirnya diharapkan mentor-mentornya juga dapat memberikan hal yang sama kepada mentee.

Memahami materi dari Frosh Project ID? Gampang sekali jika dilakukan oleh teman-teman dari ITB ini. Melakukan materi yang didapat? Susah ternyata.

Frosh Project ID memberikan salah satu solusi yang membuat aku mengerti tentang pendekatan. Bukan pendekatan ke gebetan atau mantan, tetapi pendekatan untuk melakukan nilai perdamaian. Di tengah-tengah masa mentoring aku baru menyadari hal ini.

Dimulai dari materi pertama yang mengajarkan tentang pengenalan diri sendiri sampai materi terakhir yang menjadikan kita sebagai agen damai.

Ini merupakan hal yang seolah-olah gampang tetapi susah. Awalnya aku menyadari bahwa masing-masing orang mempunyai pondasi nilai damainya masing-masing. 

Tetapi Frosh Project ID ini cukup cerdas dengan mencarikan contoh ekstrim kasus perdamaian. Konsep itu ternyata aku pernah dapat pada waktu SMA, yaitu pada saat pembinaan untuk olimpiade fisika.

Pembimbingku pernah berkata “apabila kamu hanya ingin menguji kestablian suatu sistem atau mencari tahu kecenderungannya, uji dengan kasus ekstrim”.

Hal ini diterapkan oleh Frosh untuk mengetahui seberapa kokoh atau seberapa lengkap pondasi perdamaian tersebut. 

Sedikit demi sedikit aku mengetahui tujuan Frosh, yaitu untuk mengisi celah dari pondasi dari setiap individu dengan nilai yang bermanfaat, bukan hanya perdamaian, setiap komponen pendukung seperti pengelolaan waktu, emosi dan informasi juga diberikan. 

Seperti paket komplit untuk digunakan di kehidupan kampus pokoknya. Saat ini aku sadar bahwa caraku berpikirku dulu sempat keliru.

Sebelumnya, aku adalah orang yang hanya menginginkan nilai perdamaian itu ada pada setiap orang tapi aku tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya. 

Ibarat ingin mengambil buah di seberang sungai, aku hanya memberitahukan buah itu seperti apa tetapi cara menyebrang sungai atau untuk menggapai buah itu aku tidak tahu.

Saat aku mengetahui ini aku mengerti bahwa pendekatan yang paling baik dilakukan adalah dengan cara yang paling lemah lembut namu tetap berfokus.

Pembelajaran tiada henti kudapatkan di Frosh juga. Saat ini aku lebih bisa menghargai orang lain dengan keberagamannya, bisa memandang siapapun menjadi sosok yang berharga. 

Meskipun aku sempat merasa aneh dengan logonya yang seperti tulisan “pillow”, sekarang aku mengetahui esensi perdamaian dan penerimaan diri. Aku masih terus belajar, dan akan terus belajar.

Aku sedang didalam proses mencoba menerapkan setiap hal yang kudapat dari pembelajaran itu, mulai dari lingkungan keluarga aku mengajarkan bagaimana menyaring informasi yang benar kepada bapak, ibu dan adikku.

Di lingkungan asrama, bagaimana menghadapi masalah dan menyikapinya, kemudian tahapan dan pendekatannya.

Sekarang aku menjadi “Agent of Peace” katanya. Tapi aku rasa biasa saja, aku tidak menjadi agen apapun, aku hanya menjadi manusia yang lebih sadar dalam menjalani hidup dan dalam berinteraksi dengan sesama manusia. 

Jadi, yuk belajar manusia yang hidup dengan sadar sebagai manusia! 

Shalom!

Oleh: Eunico Victor Setyadi, MENTOR FROSH ITB

Editor: Faza

Kamu AoP punya cerita perubahan? Kirimkan ceritamu ke [email protected]

Daftar untuk mendapatkan info & promosi menarik!