Mohamad Afri: Open Mind and Open Heart

Afri adalah remaja yang beruntung. Dia dapat diterima di kampus yang katanya susah dimasuki, bahkan, di daerahnya sendiri dianggap suatu hal fantastis ketika dapat masuk ke kampus ini. Di daerah tempat tinggal Afri, orang-orangnya mempunyai kebiasaan yang serupa, mulai dari bangun pagi, beribadah bersama di tempat ibadah, persiapan kerja,  kerja, pulang, berkumpul bersama keluarga, bergitu siklusnya. 

Tidak mungkin ada hal yang mengintervensi siklus tersebut. Suatu ketika di daerah tempat tinggal Afri, ada suatu kelompok yang satu agama dengan keluarga Afri tapi berbeda gaya ibadahnya. Seluruh anggota keluarga termasuk Afri mulai membicarakan hal ini. Kelompok tersebut bernama Syiah Sampang, yang diketuai oleh Ustad Tajul Muluk . 

Ternyata obrolan ini tidak terjadi di lingkungan afri saja, tapi hampir semua kelompok membicarakannya. Bermula dari obrolan santai hingga menjadi bahasan penting pemerintah. Banyaknya dorongan dari aktivis membuat kerusuhan terjadi. Saat itu, pagi yang cerah, 26 Agustus 2012, warga Sampang sedang meriah merayakan lebaran ketupat, tiba-tiba sekelompok orang datang dengan membawa senjata tajam dan menimbulkan perkelahian antar kedua kelompok. 

Dikutip dari liputan6.com, hasil dari konflik ini adalah tewasnya salah seorang wanita berusia 45 tahun bernama Hamamah dan rusaknya 45 rumah warga desa tersebut. Akhirnya kelompok ini berhasil dievakuasi oleh aparat ke kamp pengungsian dekat rumah bupati sampang. Namun selang 10 bulan (dilansir dari skalanews.com), kelompok syiah ini kembali terusik oleh permintaan persatuan kyai madura untuk pergi dari madura dan akhirnya diungsikan ke sebuah kompleks pengungsian di Sidoarjo yang lebih damai dan aman, jauh  berbeda dari kota asal mereka. Afri kemudian berpikir, kenapa hal ini bisa terjadi? Kenapa mereka diterima disana?.

Jawabannya adalah bersikap open minded. Jikalau, Tuhan, sebagai empunya hidup tidak berkomentar, kenapa kita manusia berani menilai dan memutuskan? Jika memang alasannya jihad supaya kaumnya tidak jatuh ke dalam suatu hal yang dianggap sesat, kenapa tidak melakukan sebaliknya? Promosikan cara ibadahmu dengan lantang juga? Kenapa harus melewati jalan kekerasan dan persekusi. Padahal, Seringkali kita melihat orang yang berdandan nyentrik dan berbeda dari biasanya. Banyak orang yang memiliki gaya berpakaiannya sendiri. 

Tidak hanya gaya berpakaian saja, mulai dari gaya bicara, gaya berjalan, gaya ketika berinteraksi dengan orang lain, dan gaya gaya lainnya. Pada pandangan pertama melihat orang tersebut, kita seakan-akan fokus melihat dengan serius orang tersebut dari ujung kaki ke ujung kepala. Tapi, kita tidak masalah dengan hal itu. Kalau memang kita percaya berbeda itu tidak apa selama tidak saling mengintervensi, kenapa harus ribut seperti kasus tersebut?. Hal ini Afri pelajari di FROSH (salah satu keberuntungan yang didapat Afri karena menjadi salah satu tutor asrama). Banyak contoh keberagaman di program ini. 

Bertemu orang baru, mendengar cerita orang lain, dan mencoba melihat dari sudut pandang lain, membuat dirinya semakin yakin bahwa open minded adalah kuncinya. Seperti yang dilakukan Afri sekarang. Dia tidak suka mengomentari perbedaan yang terjadi. Afri berpikir, daripada menghakimi lebih baik peduli dan mengerti kenapa mereka melakukan yang berbeda dengan mayoritas. Kalau memang tujuannya mengajak ke arah kebaikan, harus lewat jalan yang baik pula. Karena perbedaan itu pasti terjadi,  untuk apa kita bereaksi yang tidak perlu. Bukannya memberikan pengertian malah memperburuk keadaan. Let’s open our mind to open our heart. So we can breath easily.

Oleh: Mohamad Afri Kusma Septian Firdaus, MENTOR FROSH ITB

Editor: Faza

Kamu AoP punya cerita perubahan? Kirimkan ceritamu ke [email protected]

Daftar untuk mendapatkan info & promosi menarik!