Fahmi: Dulu Aku Suka Membandingkan Orang Lain

Hai, aku biasa dipanggil Pammi. Aku mahasiswa semester 5 yang berkuliah di Politeknik ATI Makassar jurusan Teknik Manufaktur Industri Agro.

Aku punya banyak teman, tapi dalam pertemanan ini aku tidak lepas dari sifat sinis terhadap orang tertentu, baik itu karena sifatnya ataupun karena latar belakangnya. Biasanya juga karena fisiknya yang berbeda dariku.

Aku berfikir begitu mungkin karena aku juga biasa dengar keluargaku yang suka membandingkan orang lain. Apa lagi kalau ada orang yang nakal, biasanya mereka membawa-bawa keluarga orang tersebut.

Misalnya gini “itu si A orangnya suka begini, memang kalau orang (daerah) sifatnya begitu. Belum lagi orang tuanya begini dan begitu”, sehingga aku biasa melakukan hal yang sama.

Aku terlahir di lingkungan keluarga yang alhamdulillah berkecukupan tapi bukan juga keluarga yang kaya. Aku adalah orang yang aktif berorganisasi, mulai dari SD aku sudah masuk pramuka dan sekarang aku masuk pengurus BEM.

Aku tipe orang yang humoris dan mudah bergaul sehingga tidak sulit bagiku menemukan teman baru.

Aku juga dididik di keluarga yang disiplin karena kakekku adalah seorang guru, sehingga dia mengajarkan ke anak-anaknya termasuk ibuku untuk hidup disiplin. Ibuku menerapkan ke aku dan adik-adikku.

Dari dulu aku memandang orang dari status sosial dan fisiknya, hingga akhirnya aku sadar bahwa “kita tercipta dan lahir oleh sebuah perbedaan, lantas mengapa kita mesti terpecah karena perbedaan tersebut?”.

Tapi setelah beberapa kegiatan yang aku ikuti terkait toleransi, lebih menambah pemahamanku lagi setelah mengikuti training 12 Nilai Dasar Perdamaian, aku jadi lebih memahami bagaimana pentingnya saling menghargai.

Setelah berbagai kegiatan aku ikuti, tanpa aku sadari perasaanku yang dulunya suka sinis ke orang tertentu perlahan memudar dan bahkan di dalam hati selalu aku tekankan “sebelum menilai seseorang kita harus mengenal dia terlebih dahulu, kita sama dimata Tuhan dan Tuhan tidak pernah membeda-bedakan kita”.

Aku juga berani menolak bahkan menegur jika melihat orang lain atau keluargaku sendiri yang melakukan tindakan diskriminasi. Aku akan terus menambah pengetahuanku terkait perdamaian dan akan terus menebarkan senyum perdamaian kepada setiap orang.

Damai itu indah, damai itu keren, damai itu menenangkan , damai itu kita. Terima kasih Peace Generation yang sampai saat ini tetap konsisten menebarkan nilai-nilai perdamaian, semoga tujuan kita akan terus berlanjut dari generasi ke generasi.

Penulis:

Fahmi Suhardi – AoP Makassar

Daftar untuk mendapatkan info & promosi menarik!