Sebelum saya bercerita siapa saya, saya ingin memperkenalkan diri saya. Ada pepatah “Tak kenal maka tak sayang” Kalo udah sayang mau ya bagaimana, hehehe. Nama pemberian orang tua saya sejak lahir adalah Stevanus Riorexy Budi Prakosa. Teman-teman biasanya memanggil saya dengan nama Rio. Saya saat ini tengah mengemban ilmu di salah satu sekolah vokasi di Surakarta yaitu Politeknik ATMI Surakarta. Saya adalah tipikal orang yang sebenarnya tidak suka adanya konflik apalagi yang sampai memakan korban jiwa. Kan kasihan kalo kayak gitu, mendingan duduk bareng, bermusyawarah, menyelesaikan masalah sambil ngopi bersama. Eiitttssss, tapi jangan kopi sianida loh ya. Mungkin perasaan kesal ini lah yang memotivasi diri saya mengiyakan ajakan teman saya untuk gabung ke salah satu event dari Peace Generation. Event yang saya maksud ini adalah Boardgame for Peace yang batch II. Ya, bisa dibilang saya gabung Peace Generation ini di waktu yang tidak disengaja yang terpenting tidak di waktu yang salah, hehehe. Kalo boleh sedikit bercerita, saya itu daftar Boardgame for Peace itu bener-bener pada tanggal terakhir proses wawancara peserta, dimana pada hari itu saya daftar hari itu juga saya di wawancara. Kalau boleh jujur sih, bangga banget bisa ikut acara ini. Banyak sekali manfaat yang bisa saya dapat mulai dari pembelajaran dasar tentang perdamaian, menanggapi hoax, dan juga berbagi damai dengan sesama. Dari event itu, saya bisa berbagi pengalaman kepada teman dan menerapkan apa yang saya dapat dari event itu di kehidupan saya. Setelah lama tidak ada event Peace Generation yang saya ikuti, tiba-tiba ada pesan Whatsapp berisikan ajakan untuk ikut event Peace Generation lagi. Saya antusias dong, langsung saya terima tawaran itu. Event tersebut adalah Breaking Down the Wall. Saya sangat senang bisa ikut event ini. Banyak perubahan yang terjadi pada diri saya. Saya berubah jadi lebih bisa memaafkan orang sekitar yang bersalah dengan saya, berubah untuk lebih menghindari konflik dan yang paling penting saya bisa lebih mengenal diri saya dan lebih bisa memaafkan diri saya sendiri. Dengan kita bisa mengenal diri serta memaafkan diri sendiri kita bisa berdamai dengan diri kita. Dengan kita berdamai dengan diri, kita juga pasti bisa berdamai serta memaafkan sekitar. Terakhir ini, yang paling berkesan dari event BDW ini (Training for Facilitator) saya yang dulu pernah mengikuti Kirab Salib bertemu langsung dengan seorang yang juga pernah ikut Parade Tauhid, lucu rasanya. Dari pertemuan ini kita bisa saling klarifikai apa sih yang sebenarnya terjadi, alasan apa yang mendasari adanya kedua kegiatan tersebut. Setelah saling klarifikasi, pada akhirnya bukan benci yang ada pada diri, tetapi malah damai yang ada pada diri kita berdua. Mungkin sekian kisah singkat saya, yang terpenting jangan lupa untuk terus berdamai dengan diri. XOXO!
Penulis: Stevanus Riorexy B.P
Editor Hayati