Cinta Kasih dalam Satu Atap

Dalam hidup ini, tak jarang perbedaan selalu melahirkan satu kekuatan besar. Nabi Muhammad saja, ketika melihat perbedaan suku dan agama di Madinah, ia jadikan itu sebagai pendorong terbentuknya piagam Madinah. Piagam Madinah mewujud menjadi sebuah atap yang menaungi siapa saja di dalamnya.

Begitu pun dengan bangsa kita; Indonesia lahir berkat persatuan dari orang-orang dengan latar belakang berbeda. Soekarna tak akan menanyakan kawan seperjuangannya yang berbeda suku dan agama ketika bersama membela tanah air. Mereka bahu-membahu berjuang tanpa melihat warna kulit, status ekonomi, hingga agama yang dianut.

Ketika kita hidup bersama dalam satu atap—entah rumah, sekolah, atau tempat kerja—akan indah kiranya jika keharmonisan disemai ke setiap hati orang di dalamnya. Kelak kita akan menuai buah keharmonisan itu dengan penuh rasa bangga sebab kasih sayang terus terjaga. Semerbak wangi cinta akan tercium kuat dan amat menyegarkan. Saling meyakini dan menghargai merupakan upaya meredam permasalahan dan perbedaan yang ada.

Baca Juga  Kita Diuji Bencana, Malah Sibuk Menafsir Bencana

Ada satu kisah menarik yang patut kita teladani. Kisah ini berasal dari kehidupan sederhana seorang publik figur tanah air, yang darinya keharmonisan hubungan antar manusia akan terlihat. Di saat orang lain sibuk mengolah dan mengumbar ujaran kebencian yang menyakitkan hati sesama manusia, Sandra Dewi yang beragama Katolik, dengan pembantu di rumahnya yang beragama Islam.

Ia berupaya merajut kasih sayang secara sederhana dengan saling meyakini dan menghargai keyakinan masing-masing. Hal itu akan menjadi tamparan keras bagi mereka yang selalu berlomba menebar kebencian, bukan saling merajut kabaikan penuh senyuman.

Baca Juga  Menyalakan Api Kemanusiaan dan Kesetaraan

Kisah sederhana ini bermula ketika suatu hari Sandra Dewi melihat pembantunya sedang shalat di rumahnya. Ia merasa bahagia sebab pembantunya begitu rajin beribadah. Sebenarnya bukan hari itu saja ia melihat Pembantunya beribadah, ia sering melihatnya beribadah dengan tenang. Ia juga bukan bermaksud mengumbar simbol peribadatan di rumahnya.

Namun, ia merasa bahwa perbedaan agama dalam satu atap yang sama tak membuat luntur keyakinan masing-masing pemeluk. Nilai itu yang ingin ia tunjukan. Dengan saling menghargai, ia yang beragama Katolik merasa lebih meyakini keyakinannya, begitu pun dengan pembantunya, yang juga semakin meyakini keyakinannya.

“Terbekatilah saya, punya mbak dirumah rajin sholat & mengaji. Ada 2 agama dirumah, Katolik & Islam. Rumah jadi aman, tenang, dan terang. Terima kasih Tuhan. Pujian kepadaMu lewat 2 agama dirumah ini tidak akan pernah berhenti,” ujar Sandra Dewi di akun Instagramnya, (Detik.com, 24/1/2018)

Baca Juga  Peran Ayah Dalam Masa Krisis yang Krusial

Perbedaan tak akan memunculkan kehancuran jika setiap orang bisa saling memahami. Cinta dan kasih sayang merupakan benih yang mesti terus ditebarkan ke setiap lahan basah kemarahan.

Jika benih-benih itu telah tumbuh di atas lahan kemarahan, maka tunggu saja bunga keramahan akan bermekaranan menutupi kabut gelap kemarahan. Hidup bersama dalam perbedaan merupakan karunia Tuhan yang begitu mahal. Oleh sebabnya, mari kita saling meyakini dan menghargai. Salam peace!

 

Penulis: Zulkifli Fajri Ramadan

Daftar untuk mendapatkan info & promosi menarik!