Ketahanan Keluarga Selama Pandemi

Situasi pandemi yang mengharuskan kita untuk #dirumahaja menjadi kesempatan berharga untuk kumpul bersama keluarga. Namun, ketika #dirumahaja banyak hal bisa terjadi. Entah itu hal yang membahagiakan, menyedihkan atau bahkan menyakitkan. Lantas bagaimana kita menghadapinya? Hal ini telah terungkap dalam sebuah online learning yang diselenggarakan oleh Peace Academy berkolaborasi dengan Sekolah Rekonsiliasi yang bertemakan “Ketahanan Keluarga di Masa Pandemi”. 

Acara yang diselenggarakan pada tanggal 5 Mei 2020 dan dihadiri oleh kedua narasumber yang expert di bidangnya, yaitu Nenden Vinna (Founder Sekolah Rekonsiliasi) dan Miftahul Huda (Peace Generation). Serta dimoderatori oleh Nurhayati Syafii (Fasilitator Sekolah Rekonsiliasi).

Dalam kesempatan kali, Miftahul Huda menyampaikan bahwa “Selama Covid-19 ini dilaporkan bahwa ada peningkatan pada kasus kekerasan dalam rumah tangga terutama terhadap perempuan dan anak.” Hal itu menunjukkan bahwa rumah-rumah kita menyimpan masalah. Ketika datang momen kita harus di rumah saja, saat itulah kelihatan kondisi rumah kita yang sesungguhnya.

Maka, perlu sekali kita membangun rumah tangga yang damai atau rumah damai. Rumah damai ini memiliki beberapa kriteria, yakni :

  1.     Rumahku surgaku
  2.     Ketenangan
  3.     Ketentraman
  4.     Welas asih atau penuh ampunan
  5.     Janji suci
  6.     Sehat dan menyehatkan

Meskipun demikian, kita akan selalu dihadapkan dengan berbagai konflik. Kemudian tinggal bagaimana kita menyelesaikan konflik itu. Dalam menyelesaikan konflik, dalam modul Peace Generation ada yang disebut dengan Simpang 9. Simpang 9 adalah cara kita menghadapi konflik atau pilihan sikap kita. Diantara Simpang 9 itu adalah sebagai berikut :

o   MENGHINDAR, yaitu :

  •  Melarikan diri
  • Menyalahkan/lempar tanggung jawab
  • Menyangkal

o   BERDAMAI, yaitu :

  • Memaafkan
  • Bicara 4 mata
  • Mendatangkan penengah

o   MENYERANG, yaitu :

    • Mencela
    • Bicara nge-gas

 

  •  Adu jotos

 

Baca Juga  PeaceGen Bersyukur Lewat Qurban di Ulang Tahun ke-13

Disampaikan pula oleh Nenden Vinna bahwa “Sebelum kita masuk ke ketahanan atau bagaimana mempertahankan keluarga, kita kaji dulu, keluarga itu apa?”

Baginya, keluarga adalah sebuah organisasi kecil, terdiri dari sepasang suami istri hidup bersama dalam sebuah pernikahan kemudian memiliki anak sebagai anggota keluarga. Ketika seseorang memilih berkeluarga, maka ia harus tahu apa keinginan dan keuntungannya? Kalau kita sudah tahu jelas, menurutnya, kita dengan sendirinya akan membangun ketahanan keluarga.

Sebelum membangun ketahanan keluarga, tentu dimulai dari bagaimana kita memutuskan untuk menikah. Menikah bukan untuk memenuhi tuntutan orang lain. Karena ketika kita menikah untuk memenuhi tuntutan orang lain, kita tidak akan bahagia. Kita akan cenderung menghindar dengan segala sesuatu yang kita anggap memberi tuntutan kepada kita.

Hal itulah yang akhirnya menentukan bagaimana keluarga kita di masa depan. Seperti saat ini kita dihadapkan dengan situasi pandemi, situasi yang memaksa semua orang untuk di rumah saja. Semua orang dipaksa menghadapi semua situasi dan tidak bisa menghindarinya seperti yang biasa dilakukan. Maka, hasilnya akan terlihat. Kekerasan dalam keluarga adalah salah satu bentuk ketidaktahuan kita menyelesaikan konflik di keluarga.

Namun, ada satu hal yang perlu kita ingat bahwa sebelum kita membangun ketahanan keluarga, kita harus membangun ketahanan diri sendiri terlebih dahulu. Ketahanan diri sendiri akan muncul apabila kita menjadi dewasa dan kita harus selesai dahulu dengan diri kita. Jika kita sudah selesai dengan diri sendiri, maka kita bisa menyelamatkan keluarga kita. Bagaimana caranya? “Akan sangat panjang tapi teman-teman bisa mempelajarinya di kelas Sekolah Rekonsiliasi”. Ungkapnya.

Nenden berpesan bahwa “Apabila saat ini ada di antara kita yang sedang merasakan keluarganya diambang permasalahan, maka selesaikan terlebih dahulu permasalahan yang ada dalam diri kita. Selamatkan dulu diri anda.”

Berbicara tentang keluarga memang tidak ada habisnya. Karena kita lahir, tumbuh dan dan akan kembali ke keluarga. Bagaimana penerimaan kita di keluarga juga menentukan bagaimana penerimaan kita dengan diri sendiri. Banyak diantara kita yang mengatakan “baik-baik saja”. Mungkin karena ingin menghindar atau kita tidak tahu bahwa kita sebenarnya memiliki luka.

Melalui online learning kali ini, bagi kita yang sedang mengalami dan menghadapi situasi yang tidak mengenakkan hati, tidak apa-apa. Karena tidak semua harus tentang bahagia. Menangislah jika itu bisa membuat kita lega. Kita tidak sendirian. Ada Allah yang menguatkan dan ada orang lain yang mendoakan. Dan bagi kamu yang saat ini sudah berdamai dengan diri dan keluarga, bersyukur serta nikmatilah. Karena keluarga adalah harta yang paling berharga. 

Sekarang pertanyaannya, apakah kamu sudah berkeluarga? Eh. Hehe. 

Oleh Tim Peace Academy [Anisa & Mahendra]

Daftar untuk mendapatkan info & promosi menarik!