Mempertahankan Hubungan di Tengah Pandemi

Berada di situasi pandemi mengharuskan kita untuk berjarak dan menyimpan rindu yang seringkali membuat dada terasa sesak. Bukan hanya itu, situasi ini juga menjadi ujian bagi dua insan yang sedang menjalin hubungan. Bagaimana rasa itu tetap terjaga meskipun harus terpisah secara raga. Lantas bagaimana menyikapinya?

Pertanyaan itu terjawab dalam sebuah Online Learning yang diselenggarakan oleh Peace Academy berkolaborasi dengan Sekolah Rekonsiliasi yang bertemakan, “Mempertahankan Hubungan di Tengah Pandemi”. Acara ini diselenggarakan pada tanggal 15 Mei 2020 dan dihadiri oleh Dhuha Hadiansyah (Penulis Buku “Falsafah Keluarga” dan Fasilitator Sekolah Rekonsiliasi) serta dimoderatori oleh Samrotul Mufidah (Peace Generation).

Untuk mengawali online learning ini, Dhuha memulai dengan sebuah pengantar “Selama isolasi di rumah aja, bagi kita yang sudah memiliki pasangan dihadapkan dengan 3 situasi, yaitu kebosanan, frustasi dan kemarahan.”

Yang pertama, kebosanan. Rasa bosan seringkali muncul karena persamaan. Pasangan yang memiliki persamaan, bukan hanya menjadi suatu kelebihan. Tapi juga memiliki kelemahan. Yang baik adalah ketika pasangan memiliki perbedaan. Namun, perbedaan juga ada resikonya. Tinggal bagaimana kita mengelola perbedaan itu. Yang kedua, frustasi. Rasa frustasi ini muncul karena banyak yang terkena PHK. Mulai dari PHK, pengurangan gaji dan tanpa diberi pesangon. Dan yang terakhir adalah kemarahan. Tekanan yang datang dari berbagai sisi bisa menyebabkan kemarahan. Terlebih jika masing-masing pasangan tidak dibiasakan sesi untuk deep listening. Deep listening merupakan salah satu kemampuan yang cukup unik karena tidak terkait faktor pendidikan. Jika hal ini tidak dibiasakan, maka akan mengakibatkan emosi terpendam dan bisa berubah jadi kemarahan.

Dalam merespon situasi pandemi, ada kekhasan tersendiri antara laki-laki dan perempuan. Dalam banyak riset, secara emosional laki-laki mempunyai beban yang lebih banyak. Karena sebagian besar laki-laki lebih banyak beraktivitas di luar rumah dibandingkan dengan perempuan. Hal inilah yang menyebabkan jumlah korban lebih didominasi oleh laki-laki. Semua hal tadi bukan hanya untuk pasangan yang sudah menikah, tapi berlaku juga untuk partner, rekan kerja dan sebagainya.

Sekarang pertanyaannya adalah apakah pasangan yang terbiasa berbagi peran di keluarga akan lebih tahan terhadap potensi terjadinya konflik bahkan berujung abuse?

Berbagi peran adalah salah satu ciri partnership. Salah satu hubungan yg mesra adalah adanya pembagian peran yg adil. Jika dalam suatu hubungan tidak ada pembagian peran yg adil itu disebut dengan hubungan puasa. Akses terhadap kebutuhan ekonomi dan budaya. Jika partnership pembagian tidak didiskusikan, maka hubungan itu lebih disebut hubungan puasa. Maka yang mempunyai kekuatan lebih besar akan selalu menuntut kepada yang lebih lemah. Jika pasangan itu terbiasa berbagi peran, kemungkinan dia lebih bisa mengendalikan konflik bahkan abuse karena kekuasaan terbagi rata. Dalam sosial selalu ada hubungan hierarki terkecuali keluarga. Perasaan otoriatisme ini yang memicu abuse. Contohnya financial abuse. Financial abuse merupakan sebuah bentuk kekerasan ketika seorang pelaku mengambil alih dan mengontrol keuangan korban dalam hal ini adalah pasangannya. Contoh kasusnya seperti melarang istri bekerja. Dalam hal ini Dhuha berpesan bahwa “Jika kita berada dalam sebuah ‘hubungan puasa’, kita bisa memilih apakah mau meninggalkan atau bertahan tapi dengan ada kompensasi dan rekonsiliasi”.

Kehangatan yang diciptakan dalam online learning kali ini membuat peserta aktif bertanya dan berbagi. Serta membuat pembahasan menjadi lebih dalam dan menyentuh. Karena ini adalah ruang untuk belajar, berbagi dan saling menginspirasi.

So, apapun situasi yang kita hadapi, seberat apapun masalah yang menimpa diri, semoga kita selalu dikuatkan dan menjadikan kita lebih dewasa serta menjadikan konflik sebagai pembelajaran berharga untuk kita terus berefleksi dan berintropeksi. Dan yang paling penting adalah kita diberkahi dengan kehadiran pasangan yang menjadikan hidup kita lebih berharga dan bermakna.

Oleh : Anisa [Tim Peace Academy]

Baca Juga  Happy tanpa Bully di SMKN 3 Cimahi

Daftar untuk mendapatkan info & promosi menarik!