Peace Academy x Sekolah Rekonsiliasi x ITJEN KEMENAG

Lebih dari 13 tahun Peace Generation telah menyebarkan benih perdamaian melalui 12 Nilai Dasar Perdamaian di seluruh Indonesia bahkan ke seluruh dunia. Diikuti lebih dari 23.197 pelajar dan 5 ribu pengajar perdamaian sejak tahun 2007. Telah berhasil menurunkan angka kekerasan pelajar hingga 31%.

Atas keberhasilan tersebut, Peace Generation berkomitmen untuk terus menyebarkan perdamaian, salah satunya dengan mengadakan training melalui Peace Academy. Peace Academy adalah lembaga yang menyediakan pelayanan profesional di bidang pelatihan dan pengembangan diri terkait nilai-nilai perdamaian. PA adalah salah satu lembaga yang merupakan unit dari yayasan Peace Generation Indonesia sebagai Social Enterprise yang bernaung di bawah PT. Media Damai Indonesia. Berdiri tahun 2016 dan sudah mengelola training dalam skala nasional dan internasional.

Salah satu training yang berhasil diselenggarakan adalah “Training Manajemen Diri” yang diselenggarakan oleh Peace Academy dan berkolaborasi dengan Sekolah Rekonsiliasi dan ITJEN Kementerian Agama.

Acara ini dilaksanakan pada 24-26 Juni 2020 melalui platform Zoom dan diikuti oleh 53 peserta, dihadiri oleh 2 trainer, yaitu Miftahul Huda (Senior Trainer Peace Generation) dan Nenden Vinna Mutiara Ulfa (Founder Sekolah Rekonsiliasi & Direktur PT. Media Damai Indonesia) serta 8 orang fasilitator dari Sekolah Rekonsiliasi.

Di hari pertama, kegiatan Training Manajemen Diri secara simbolis dibuka oleh KASUBAG Kepegawaian, yaitu Wendi Wijarwadi, MA. Untuk mengawali sesi di hari pertama, diisi dengan materi “Memahami Diri dan Life Purpose” yang disampaikan oleh Miftahul Huda. Dalam materi ini disampaikan bahwa mengenal diri kita lebih dalam sangatlah penting bagi penerimaan terhadap diri kita yang sebenarnya. Hal ini dirangkum dalam konsep ‘My World & My Emotion’ diantaranya sebagai berikut :

  • Tuhan menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna (Q.S. At-Tin)
  • Memandang diri terlalu rendah mengakibatkan menjadi inferior, minder dan tidak percaya diri sebaliknya memandang diri terlalu tinggi mengakibatkan diri menjadi superior, sombong, menindas dan kekerasan
  • Menggali apa kualitas diri dan yang bisa disyukuri, meningkatkan potensi diri, mengenal lebih dalam tentang diri.
  • Mengenali macam-macam emosi dan perasaan yang muncul dalam keseharian. Mengenali emosi dapat membantu memahami diri.
  • Praktek mengenali emosi dan menjaga hubungan yang sehat di keluarga dan di tempat kerja

Ada salah satu quote yang menarik bahwa “Your visions will become clear only when you can look into your own heart. Who looks outside, dreams; who looks inside, awakes.”C.G. Jung

Baca Juga  Disiplin Positif: Role Model Metode Pembelajaran 12 NDP

Selain itu, pemahaman terhadap konsep diri juga harus diperhatikan. Diantaranya yaitu :

  •       Manusia diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna.
  •       Manusia diciptakan sebagai pemimpin dimuka bumi.
  •       Manusia punya misi dalam hidup.
  •       Banyak ayat-ayat dalam Al-Quran yang berupa pertanyaan atau mengajak untuk berpikir.

Untuk mengetahui seberapa kualitas diri kita, maka kita perlu melakukan audit terhadap diri kita :

  1. Check list [4 Moral Standard; Honesty, Purity, Unselfishness & Love]
  2. Self Discovery
  3. Self Reflection
  4. Muhasabah
  5. Connection – Correction – Direction 

Semua materi yang disampaikan tadi menjadi pengantar bagi para peserta untuk melakukan refleksi dan sharing dalam family group. Karena, family group bisa dijadikan sebagai tempat dan ruang yang aman dan nyaman untuk bercerita. Semua peserta dibagi ke dalam 7 kelompok dan dipimpin oleh fasilitator dari Sekolah Rekonsiliasi. Memang tidak mudah untuk mengungkapkan apa yang sedang dirasakan jika belum terbiasa. Namun, inilah langkah yang tepat untuk berbagi dan saling mendengarkan. Sesi family group berjalan dengan baik dan sangat emosional.

Agar proses mengenali diri bisa lebih dalam, peserta pun diberikan misi. Yaitu, membawa foto saat masih kecil, di bawah 10 tahun atau foto termuda. Mengapa peserta perlu melakukan misi itu? karena ini bertujuan untuk me-recall siapa diri kita kala itu. Tentu berkaitan juga dengan sesi yang akan disampaikan di hari kedua.

Di hari kedua, sesi mengenai mengelola emosi yang dibawakan oleh Nenden Vina. Nenden memulai dengan sebuah pertanyaan bahwa, “Mengapa emosi penting diketahui?” Jawabannya adalah :

  • Karna lewat emosi kita akan mengenal siapa sebenarnya diri kita
  • Emosi hanyalah perasaan, bagaimana kita menerima tentang sesuatu yang terjadi pada diri kita
  • Tidak ada aturan atau hukum dalam emosi. Emosi tidak salah dan benar. Emosi hanya sensasi bagaimana kita merasa dengan sebuah pengalaman/kejadian.

Ada 3 emosi yang harus kita akui dan terima. Yaitu :

  • MARAH terjadi karena:

  Saya tidak dapat apa yang saya mau

  Saya merasa tidak dihormati

Marah mengajarkan kita batasan. Batasan antara saya dan orang lain.

  • TAKUT:  Merasa ada bahaya, dan paling banyak datang dari imajinasi dan tidak mempengaruhi realita. Takut berasal dari pengalaman atau trauma masa lalu/masa kecil
  • SEDIH: karena adanya perpisahan atau kehilangan.

Dari kesedihan kita belajar berpisah dengan baik dengan sebuah perpisahan.

Ketika diri kita merasakan 3 emosi tersebut, maka tubuh kita akan merasakan sensasinya :

  • Marah, perhatikan bagian leher dan bahu.
  • Takut, perhatikan di perut, telapak tangan berkeringat atau seperti mual.
  • Sedih, perhatikan bagian depan tubuh anda, turun garis tengah dari tenggorokan ke perut.

Sesi ini semakin terasa emosional ketika narasumber bercerita tentang pengalaman hidupnya melalui foto masa kecil yang dimiliki. Betapa pengalaman suka duka masa kecil kita sangat memiliki pengaruh terhadap penerimaan diri kita yang sekarang.

Agar setiap peserta memiliki kesempatan yang sama untuk bercerita, maka dibuatlah kembali family group dengan formasi dan fasilitator yang sama dengan hari pertama. Setiap grup memiliki cerita yang sangat emosional dan bersyukur karena setiap peserta bisa belajar untuk menceritakan bagaimana perasaannya ketika melihat foto kecilnya.

Untuk melatih kemampuan mengenali emosi, maka setiap peserta diberikan satu misi yang harus dilakukan di hari kedua. Yaitu, mengidentifikasi emosi diri, emosi apa yang sering muncul dan menanyakan kepada diri sendiri kenapa ada emosi ini? Dan apa respon kita? Sebagai contoh, “Emosi yang muncul adalah takut. Saya takut ke kantor karena di sekitar kantor baru ada laporan bahwa ada 9 orang yang positif terkena virus Covid-19. Saya jadi cemas dan was-was dan tidak tenang. Yang akan saya lakukan adalah; mawas diri, tetap menjaga protokol kesehatan, tetap berempati dengan orang lain tanpa mencurigai tapi saling jaga terutama menjaga diri dari resiko terkena virus.”

Pada hari ketiga, acara dimulai pada pukul 09.00 WIB dan diawali dengan menyanyikan lagu Nasional yang berjudul “Syukur”. Harapan dengan menyanyikan lagu ini, semoga apa yang kita lakukan, kita dapatkan dan kita terima sampai hari ini menjadi pengingat bahwa kita harus senantiasa selalu bersyukur kehadirat-Nya.

Acara ini kemudian dilanjutkan dengan family group untuk menceritakan apa yang menjadi misi di hari kedua. Setiap kelompok merasa emosional dengan input dan misi yang akan diceritakan. Karena, bagi sebagian peserta, bercerita di family group adalah pengalaman yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. Suasana semakin terasa emosional ketika salah satu fasilitator menceritakan pengalaman hidupnya. Pengalaman bagaimana ia diperlakukan ketika kecil, mendapatkan luka, sampai perjalannya melakukan rekonsiliasi untuk pulih dari semua luka itu. Keberanian untuk bercerita hal yang sangat sensitif menjadi sesuatu yang harus diapresiasi. Karena itu tidak mudah dan tidak semua orang bisa melakukannya. Tapi, percayalah, dengan bercerita kepada orang yang tepat adalah langkah awal untuk pemulihan.

Di akhir sesi, ada pengenalan singkat tentang modul 12 Nilai Dasar Perdamaian dan online course ‘Pahlawan Happy Tanpa Bully’. Hal ini untuk memberikan input bahwa untuk berdamai dengan diri secara utuh, bukan hanya harus berdamai dengan diri tapi juga harus berdamai dan memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, yaitu melalui pemahaman tentang 12 Nilai Dasar Perdamaian dan Happy Tanpa Bully.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat dan tibalah di akhir acara. Semua yang sudah dilakukan selama 3 hari ini, semoga bisa menjadikan diri kita lebih baik, mengenali seutuhnya siapa diri kita, membawa kebaikan dan manfaat bagi seluruh umat manusia. Salah satu harapan terbesar bagi semua peserta adalah semoga training ini bisa dilakukan secara offline agar semua hal yang mereka lalui bisa dialami dan bertemu secara langsung.

Berikut adalah testimoni dari beberapa peserta :

“Salah satu sesi yang saya sukai adalah sesi pengendalian emosi. Karena belajar mengelola emosi itu kalau secara teori mudah tetapi bila dipraktikkan cukup sulit. Tetapi, dengan training ini disampaikan berdasarkan pengalaman pribadi sehingga kita bisa beradaptasi bagaimana cara mengelola emosi sesuai dengan pengalaman pribadi”. Tyan Restiyani

Baca Juga  Orang Muda di Jalur Pendidikan Islam Part. 1

“Sesi yang paling disukai adalah sesi family group. Karena bisa saling berbagi dan banyak pengalaman dari teman-teman bisa kita jadikan semangat dan pelajaran hidup. Dan saya akan merekomendasikan training ini kepada orang terdekat saya.” Mulia Maghfirah

“Saya berharap training ini akan dilaksanakan secara offline juga. Dan Family group adalah sesi yang saya sukai. Karena kita bisa lebih lepas menyampaikan isi hati. Dan penyampaian narasumber yang sangat emosional.” Nova Prasetyo

Baca Juga  Peace Family: Gaya Baru Peace Generation

“Pengalaman dari training ini akan sangat berguna bagi pekerjaan saya. Dan sesi curhat adalah sesi yang paling saya sukai. Karena saya berani mengungkapkan apa yang selama ini menjadi beban.” Wita Rosita

“Sesi yang paling menyentuh adalah ketika pembagian room family. Karena bisa lepas mencurahkan unek-unek.” Heri Muchtarom

Oleh: Anisa

Daftar untuk mendapatkan info & promosi menarik!