April 1964, Malcolm X seorang aktivis hak-hak kulit hitam di Amerika pergi haji ke tanah suci. Sebuah perjalanan yang di kemudian hari akan menjadi titik balik perjuangannya.
Awalnya, perjuangan Malcolm X membela hak kulit hitam dibarengi dengan kebencian pada kulit putih. Bergabung dengan kelompok Nation of Islam, Malcolm X menyebut, bahwa orang kulit hitam adalah orang-orang asli dunia, dan orang-orang kulit putih adalah “setan”. Tapi cara pandangnya berubah saat dia berhaji ke tanah suci.
Dari tanah suci Makkah dia menulis sepucuk surat untuk para sahabatnya di Harlem, New York.
“Selama sepekan ini, saya tak bisa berkata sepatah kata pun, karena terpesona oleh keanggunan orang-orang dari semua warna kulit yang tampak di sekitar saya.
Ada puluhan ribu peziarah dari seluruh dunia. Mereka berasal dari semua warna kulit, dari yang pirang, bermata biru, hingga orang Afrika berkulit hitam. Tetapi, kami semua menunaikan ritual yang sama, menunjukkan semangat persatuan dan persaudaraan.
Hal ini membuat saya percaya bahwa tidak akan pernah ada perbedaan antara yang putih dan yang bukan putih. Amerika perlu memahami Islam, karena ia adalah agama yang menghapus masalah ras dari masyarakat.”
Akhir Juni lalu, Irfan Amalee “napak tilas” perjalanan Malcolm X berhaji ke tanah suci. Meski konteksnya agak berbeda, ia mencoba merasakan apa yang mungkin dirasakan Malcolm X. Berada di tengah lautan jamaah haji dari berbagai bangsa.
Dalam ibadah haji, biasanya seseorang merayakan keragaman dan menjunjung kesetaraan. Tak ada lagi perbedaan warna kulit ataupun status sosial. Semua manusia bergerak ke arah yang sama mengelilingi poros Kabah yang sama.
Ritual haji adalah sebuah ritual yang penuh dengan pergerakan. Bukan hanya gerak hati dan pikiran, tapi juga gerak fisik. Saat tawaf, sai atau berjalan menuju Jamarat di terowongan Mina, jemaat harus bergerak terus. Jika diam apalagi mundur akan merusak tatanan bersama.
Haji juga mengajarkan tentang diam, jeda, dan refleksi. Wuquf di Arafah, Mabit Muzdalifah dan Mina adalah ritual diam dalam keheningan. Jadi, secara keseluruhan ibadah haji mengandung keseimbangan antara gerak dan diam.
Dari kedalaman makna haji itulah mungkin Malcolm X menemukan pencerahan. Malcolm X yang bertahun-tahun bergerak memperjuangkan hak kulit hitam, lalu diam mengambil jeda dengan berhaji, merenungkan ulang gerakannya. Dari jeda itulah gerakannya berbelok dari gerakan yang rasis menjadi terbuka.
Dalam skala yang berbeda, metode dalam program-program PeaceGen selalu memasukkan unsur gerak aktif dalam jeda diam, refleksi dengan tujuan memberikan pengalaman (experiential learning) yang bisa mengantarkan orang untuk bertransformasi.
Sepanjang bulan Juli – Agustus, PeaceGen mengadakan beberapa program. Salah satunya Training Self Love, yang memberikan pengalaman personal mengenali dan mencintai diri.
Simak selengkapnya laporan terbaru kami dengan klik tombol di bawah ini.