Persahabatan dan budaya damai di sekolah. Tema kegiatan yang bertujuan untuk menyambungkan dua sekolah dengan latar belakang berbeda. SMP Kristen Yahya Bandung dan Peacesantren Welas Asih Garut.
Program budaya damai ini berlangsung selama dua hari berturut-turut. Di sini mereka diberi kesempatan untuk bercerita, melihat, dan mendengar agar saling mengenal satu sama lain.
Awalnya, saat bertemu dengan orang yang mempunyai latar belakang berbeda tentu saja menjadi hal yang tidak mudah, pasti akan selalu muncul rasa takut, prasangka, canggung dan juga deg-degan. Begitu pula dengan siswa-siswi SMP Kristen Yahya Bandung dan santri Peacesantren Welas Asih Garut. Mereka juga merasakannya.
Keduanya saling menceritakan situasi tempat mereka belajar serta kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan saat sekolah, baik sebelum pandemi maupun sesudah pandemi. Malka, perwakilan dari Peacesantren Welas Asih menceritakan kondisi kegiatan belajar di pesantren selama pandemi dan kegiatan belajar saat offline.
“Belajar offline itu lebih asyik dan menyenangkan daripada belajar online”, ujarnya melalui aplikasi zoom.
Hal serupa juga dirasakan oleh Indah perwakilan dari SMP K Yahya saat menceritakan kondisi dan situasi sekolahnya sebelum dan setelah pandemi. Menurutnya, adanya pandemi ini menjadikan ia bisa belajar tentang teknologi dan mandiri dalam belajar.
About Self, About Others, Monster Bullying dan Saatnya Beraksi
Dalam pertemuan ini, peserta mengikuti berbagai aktivitas yang melewati empat stasiun. Selama perjalanan melewati stasiun, peserta dipandu oleh Pak Fikri Faturahman.
About self, stasiun pertama yang dilewati peserta. Di stasiun ini peserta diajak lebih dalam untuk mengenal diri sendiri, mengetahui apa kekurangan dan kelebihan dengan cara mengkonsep diri. Serta menilai seberapa besar menerima diri sendiri dengan membuat diamond of life.
Stasiun About others, stasiun untuk mengetahui tentang orang lain. Di stasiun ini peserta diberi aktivitas untuk menceritakan diamond of life antar peserta secara acak melalui breakout room agar saling terkoneksi dan menghilangkan prasangka.
Stasiun Monster Bullying, stasiun untuk mengetahui bullying yang sering terjadi di sekolah serta bagaimana cara untuk mengatasinya.
Saatnya Beraksi, stasiun terakhir yang dilewati peserta sebelum menuju stasiun perdamaian dengan berbagai aksi yang dilakukan oleh peserta melalui content creative.
Setelah melewati empat stasiun ini, peserta menjadi lebih mencair, dekat, punya banyak teman baru yang tentunya menghilangkan prasangka.
Pengucapan Peace Promise menjadi tanda bahwa mereka sudah mendeklarasikan diri sebagai Agent Of Peace. Yang tentunya siap untuk menebar benih-benih damai.
Dari sinilah diharapkan SMP Kristen Yahya Bandung dan Peacesantren Welas Asih Garut Bisa berkomitmen untuk melestarikan persahabatan dan budaya damai untuk Indonesia yang lebih damai.
Penulis:
Siti Maratun Nuraeni (AoP Chapter Purwokerto)
Editor:
Mela Rusnika (Media Officer PeaceGen)
Hidayah Tria Ananda (AoP Chapter Makassar)