Workshop Guru Masagi Abad 21 Se-Bandung Raya dari JISRA bersama PeaceGen untuk Cegah Bullying di Sekolah

 

Kasus bunuh diri siswa di Banyuwangi (27/3) akibat perundungan (bullying) menambah daftar panjang kasus bullying di Indonesia. Bullying, bersama dengan kekerasan seksual dan intoleransi, merupakan bagian dari tiga dosa besar pendidikan yang disuarakan Kemendikbud RI. Isu ini sangat erat kaitannya dengan bidang profesi guru, sehingga mendorong pertanyaan tentang bagaimana peran guru dalam merespons tantangan tersebut di sekolah. 

Demi merespons isu tersebut, program JISRA dari PeaceGeneration melakukan workshop Guru Masagi Abad 21 pada Rabu (1/3/23). Sebanyak 61 peserta yang terdiri dari guru dari 30 SMA sederajat se-Bandung Raya, Pengawas MGMP, serta perwakilan Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat hadir di acara tersebut. Workshop ini merupakan kerja sama Disdik Jabar, Jabar Masagi, dan JISRA melalui PeaceGeneration Indonesia.

Program Guru Masagi Abad 21 tahun 2023 ini merupakan kelanjutan dari program Guru Abad 21 pada tahun sebelumnya. Program Guru Abad 21 sendiri telah mencapai 79 sekolah, 126 guru, dan 912 siswa penerima manfaat yang tersebar di berbagai wilayah di Jawa Barat. Guru yang menjadi sasaran kedua program tersebut adalah mereka yang berasal dari subjek Pendidikan Agama Islam (PAI), Pendidikan Agama Kristen (PAK), Bimbingan Konseling (BK), serta Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Secara spesifik sosialisasi Guru Masagi Abad 21 ini juga membahas tentang penguatan profil pelajar pancasila serta kontribusinya pada pencapaian kurikulum dan akreditasi sekolah. Turut hadir dalam acara ini adalah perwakilan dari Jabar Masagi, Egy Herdiansyah Setiawan; Koordinator Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Disdik Jabar, Achmad Sundoro; serta Direktur Eksekutif PeaceGeneration Indonesia, Irfan Amali.  

Guru Masagi Abad 21 dituntut untuk menjawab tantangan tiga dosa besar khususnya perundungan dengan memanfaatkan praktik baik dari budaya lokal, pembenahan diri individu masing-masing, serta kolaborasi bersama dari seluruh elemen sekolah. Hal ini diperkuat oleh pembicara workshop pertama yakni Achmad Sundoro yang menekankan pentingnya guru-guru untuk memulai pemahaman perundungan dari diri sendiri dan lingkungan terdekat, karena seringkali perundungan ada karena suatu keterbiasaan. Sedangkan pembicara kedua yakni Irfan Amali menyorot pentingnya memahami adanya bully tidak terlepas dari ketidakseimbangan kekuatan antara yang kuat dan lemah di sekolah. Keduanya percaya bahwa kolaborasi seluruh tenaga satuan pendidikan sangat penting untuk menghapus tindak bullying di sekolah.

Seusai paparan pembicara, guru-guru yang terlibat diajak bermain board game Semester Baru buatan PeaceGen. Permainan ini diharapkan dapat memberikan metode pembelajaran mengenai isu bullying dengan kemasan yang interaktif dan asik.

Workshop ini pun mendulang tanggapan positif dari para partisipan. Salah satunya adalah Kepala SMA Negeri 3 Bandung Iwan Setiawan.

“Dengan adanya program ini, jadi semakin seru rasanya ketika banyak hal yang bisa dilakukan oleh satuan pendidikan dengan kerja sama pihak-pihak yang sudah mengetahui (tentang perundungan) untuk disebarkan ke kita (guru-guru),” ujar Iwan. 

Sementara itu, Pengawas PAI dari Kemenag Kota Bandung Dadan Rosadi menyatakan, “Siswa sekarang hidup pada zamannya, maka kita sebagai guru harus menyelami bagaimana kondisi anak-anak kita dan pahami betul cara menyampaikan (pentingnya melawan tindak bullying). Jangan sampai terjadi tiga dosa besar itu. Mari kita sama-sama sepenuh hati mendidik siswa sebagaimana mendidik anak sendiri sehingga mereka terhindar dari tiga dosa besar tadi.”

Terakhir, Pengawas PAK dari Kemenag Kota Bandung, Yunita, menyorot pentingnya penghapusan bullying dan intoleransi di sekolah dengan pendekatan yang inklusif. “Khususnya di sekolah negeri kebetulan siswa Kristennya sedikit hanya 2-3 orang satu kelasnya, mereka merasa terasing.” tambah Yunita. Ia berharap ke depannya PeaceGen sendiri dapat memberikan suasana pembelajaran yang baru serta interaktif khususnya dalam mengatasi perundungan.

[Seperti kata pepatah Sunda, Kaduhung Tara Ti Heula (Penyesalan Tidak Datang Duluan). Maka dari itu, mari sama-sama berkolaborasi untuk melawan tindakan perundungan di sekolah. Program Guru Masagi Abad 21 ini harapannya dapat mengakhiri perundungan di lingkungan sekolah. 

“Mari ubah yang awalnya hanya penonton bully atau bystanders menjadi upstanders, seseorang yang berdiri bersama melawan aksi perundungan di sekolah,” sebut Irfan Amali.]

Penulis: Kevin Adhitya

Baca Juga  BDW Day: 3 SMP di Jawa Barat Berkolaborasi Melawan Intoleransi di Sekolah

Daftar untuk mendapatkan info & promosi menarik!